Program Pengungkapan Sukarela (PPS)

Program Pengungkapan Sukarela (PPS) Sesuai PMK 196/2021


Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menkeu No. 196/PMK.03/2021 (“PMK-196/2021”) tertanggal 22 Desember 2021 dan mulai berlaku sejak diundangkan di 23 Desember 2021.

• Sesuai dengan Pasal 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, dan 12 UU HPP, terdapat dua jenis kebijakan, yaitu: Kebijakan 1 (“PPS 1”) dan Kebijakan 2 (“PPS 2”)

•PMK-196/2021 mengatur tata cara pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) wajib pajak dan menjadi peraturan pelaksana dari UU HPP, yaitu:

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengungkapan harta bersih untuk PPS 1 [Pasal 6 ayat (7)], dan PPS 2 [Pasal 10 ayat (8)].

Tata cara pengalihan harta bersih ke dalam wilayah NKRI untuk PPS 1 [Pasal 7 ayat (5)], dan PPS 2 [Pasal 12 ayat (5)].

• Berdasarkan Pasal 7 ayat (5) dan Pasal 12 ayat (5) UU PPh, ternyata masih ada dua hal yang belum diatur di PMK 196/2021, seperti terangkum tabel pada slide halaman berikut.

Kebijakan 1(“PPS 1”)sesuai BabV Pasal 5, 6,& 7 UU HPP

• PPS 1 ini hanya untuk alumni Tax Amnesty (TA) 1 (Wajib Pajak badan maupun orang pribadi) sehingga non-

alumni TA 1 tidak bisa ikut PPS skema 1 ini

•Wajib Pajak dapat mengungkapkan harta bersih, yaitu nilai harta dikurangi nilai utang sebagaimana dimaksud

dalam UU No. 11/2016) yang belum atau kurang diungkapkan dalam surat pernyataan sepanjang Direktur

Jenderal Pajak belum menemukan data dan/atau informasi mengenai harta dimaksud.

•Harta di atas merupakan harta yang diperoleh Wajib Pajak sejak tanggal 1 Januari 1985 sampai dengan tanggal 31 Desember 2015.

•Tarif PPh final

•6% x harta bersih yang ada di wilayah NKRI dan diinvestasikan sesuai ketentuan;

•8% x harta bersih yang ada di wilayah NKRI dan tidak diinvestasikan sesuai ketentuan

•6% x harta bersih yang ada di LN, direpatriasi ke NKRI, dan diinvestasikan ke NKRI sesuai ketentuan;

•8% x harta bersih yang ada di LN, direpatriasi ke NKRI, tapi tidak diinvestasikan sesuai ketentuan

•11% x harta bersih yang ada di LN, tidak direpatriasi ke NKRI dan tidak diinvestasikan sesuai ketentuan

• Sesuai Pasal 6 ayat (7) UU HPP, ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengungkapan harta bersih diatur dengan PerMenkeu.

•    Sesuai Pasal 7 ayat (5), ketentuan lebih lanjut tentang hal di bawah ini diatur dengan PerMenkeu:

a.   tata cara pengalihan harta bersih ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;

b.   investasi harta bersih pada kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam atau sektor energi

terbarukan di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan c.   instrumen surat berharga negara yang digunakan untuk investasi,

Kebijakan 2 (“PPS 2) sesuai Bab V Pasal 8, 9,10, 11, & 12

• PPS 2 ini hanya untuk WP orang pribadi dan WP badan tidak bisa ikut skema 2

• Harta bersih yang dapat diikutsertakan di VDP Skema Kebijakan 2:

a.diperoleh sejak tanggal 1 Januari 2016 sampai dengan tanggal 31 Desember 2020;

b.masih dimiliki pada tanggal 31 Desember 2020; dan

c.belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan orang pribadi Tahun Pajak 2020

• Harta bersih di atas dianggap sebagai tambahan penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi pada Tahun Pajak 2020

•Tarif PPh final

•12% x harta bersih yang ada di wilayah NKRI dan diinvestasikan sesuai ketentuan;

•14% x harta bersih yang ada di wilayah NKRI dan tidak diinvestasikan sesuai ketentuan

•12% x harta bersih yang ada di LN, direpatriasi ke NKRI, dan diinvestasikan ke NKRI sesuai ketentuan;

•14% x harta bersih yang ada di LN, direpatriasi ke NKRI, tapi tidak diinvestasikan sesuai ketentuan

•18% x harta bersih yang ada di LN, tidak direpatriasi ke NKRI dan tidak diinvestasikan sesuai ketentuan

•Sesuai Pasal 10 ayat (8) UU HPP, ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengungkapan harta bersih diatur dengan PerMenkeu.

•Sesuai Pasal 7 ayat (5), ketentuan lebih lanjut tentang hal di bawah ini diatur dengan PerMenkeu:

a.tata cara pengalihan harta bersih ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;

b.investasi harta bersih pada kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam atau sektor energi

terbarukan di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan

c.instrumen surat berharga negara yang digunakan untuk investasi,

Selain itu, ada beberapa pasal di UU HPP dan PMK-196/2021 yang masih memunculkan pertanyaan bagi sebagian masyarakat, yang di antaranya adalah:

•Urgensi (manfaat dan risiko) mengikuti PPS 1 dan/atau PPS 2 sesuai UU HPP;

•Ketika memilih opsi deklarasi & investasi untuk harta dalam negeri atau opsi deklarasi, repatriasi, & investasi untuk harta dari luar negeri, Wajib Pajak masih harus memperhitungkan model investasi yang ditawarkan di PPS ini seperti apa karena holding period-nya minimal 5 tahun


LihatTutupKomentar